Minggu, 15 Februari 2009

Belajar Dari Pedagang

Belajar Dari Pedagang By: Asep Awalluddin Kita harus bisa belajar dari para pedagang, pedagang gorengan, pedagang nasi, pedagang baso atau pedagang lainnya, Malam menjelang tidur atau pagi-pagi buta mereka sudah mempunyai planning, berupa daftar belanjaan apa yang akan mereka beli pagi esok, mereka mengkalkulasikan jumlah seluruhnya, sesuai dengan persiapan uang yang ada, pagi-pagi sekali mereka sudah menjalankan aktivitas yang sudah mereka rencanakan semalam. Sepulang dari pasar mereka langsung mengolah bahan-bahan yang sudah dibeli untuk dibuat adonan manakan beraneka ragam. Seharian mereka mengais rizki Allah tanpa mengenal lelah ia pikirkan. Yang ada dibenaknya adalah ia harus bekerja maksimal, berjualan maksimal, dan barang dagangan yang habis terjual sehingga akan mendapatkan keuntungan yang maksimal pula. Menjelang malam tiba, setelah melaksanakan aktivitas seharian dan setelah berjualan seharian, Mereka tak langsung beranjak tidur melainkan mencoba untuk menghitung kembali hasil dagangannya sehari itu, apakah ia untung atau rugi. Kalau ia untung, maka ia tak henti-henti bersyukur kepada Allah yang Maha Pemberi Rizki karena aktivitasnya telah membuahkan hasil yang tidak sia-sia, ia tidak lagi memikirkan berapa liter keringat yang telah mengucur dengan deras dari lubang pori-pori kulitnya karena itu semua telah terbayar dengan keuntungan yang telah ia dapatkan. Tapi, kalau ternyata dagangannya malah rugi, ia berfikir kenapa itu bisa terjadi, ada apa dengan barang dagangannya, apakah ia salah membuat adonan sehingga tak selera bagi orang yang memandang atau mungkin rasa makanan yang tak layak untuk ditelan dan entah apalagi yang tidak sempat ia pikirkan. Di balik kerugian yang ia dapatkan, ia terus dibayang-bayangi oleh perbuatannya yang tak berarti, sehari penuh aktivitasnya tiada arti, ia tak bisa tidur nyenyak sambil merancang hari esok agar tak terulang kembali. Andai kita seperti mereka, mau merancang planning dengan matang sebelum melakukannya, bekerja dengan giat karena tak mau ada waktu yang terbuang sia-sia. Kemuian sebelum tidur kita menghitung dulu apa yang telah kita kerjakan seharian penuh, apakah untung atau malah buntung amal perbuatan kita? Apakah kabaikan kita lebih banyak dari keburukan kita? Atau justru kebalikannya..??? Apabila kebaikan kita lebih banyak dari keburukannya, maka kita telah menjadi manusia yang beruntung yang harus kita syukuri karena itu adalah nikmat Allah yang dikaruniakan kepada kita. Tapi kalau kita rugi, keburukan kita lebih banyak dari kebaikan kita. Maka kerugian dan bencana telah menimpa kita, kalau demikian apakah kita sama dengan para pedagang yang tidak bisa tidur nyenyak, atau malah mendengkur lelap, acuh tak acuh tak mau tahu atau justru kita malah sibuk harus intropeksi diri agar tak jadi terulang kembali. Tapi yang seperti ini kayaknya satu berbanding seribu manusia di dunia ini, termasuk saya sendiri yang menulis tulisan ini. Ini bukan semata-mata "Kabura Maktan" diriku di hadapanNYA, tapi mudah-mudahan dengan tulisan ini ana sendiri terus diingatkan oleh tulisanku sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar